KESENIAN

KESENIAN BUROQ DI CIREBON
Seni Buroq muncul pertama kali pada sekitar 1934 dari para seniman Badawang yang kebetulan pembuat boneka-boneka besar di wilayah Cirebon, Jawa Barat. Seni pembuatan boneka yang semula dimaksudkan sebagai salah satu sarana syiar Islam ini lambat laun menyebar ke daerah-daerah lainnya di sekitar Cirebon, seperti Losari, Brebes, Banjarharja, Kuningan, dan Indramayu.
Pemunculan boneka ini sendiri awalnya memang lebih ditujukan untuk memperingati Isra Miraj. Tapi lama-kelamaan, boneka ini juga kerap dimunculkan dalam keriaan-keriaan bernapaskan Islam, seperti acara khataman Alquran, khitanan dan membangunkan orang sahur.


Setelah semua siap, boneka Buroq yang menggambarkan kendaraan Rasulullah ini mulai dimainkan. Boneka berbentuk seperti kuda terbang berkepala bidadari berparas ayu ini, dimainkan dua orang penari laki-laki. Sementara puluhan warga lainnya meramaikan kegiatan Obrok Buroq ini. Dilengkapi kesenian tradisional gendang Cirebonan dan rebana, obor pun dinyalakan dan secara beriringan rombongan Obrok Burok ini mulai mengelilingi kampung.
Dalam arak-arakan ini, boneka Buroq diiringi boneka-boneka lainnya yang juga menyerupai hewan. Keragaman ini sekaligus menyimbolkan kemajemukan masyarakat yang meskipun berbeda-beda bisa rukun dan hidup bersama.
Pada tahun 1980-an kesenian buroq mengalami perubahaan. Dimana musik rabanaan di ganti dengan musik tarling atau organ tunggal dalam acara khitanan. Seperti di Desa Cigobang yang masyarakatnya mayoritas urbanisme menjadi tradisi masayarakat yang ingin meng-khitankan anaknya dengan pagelaran seni buroq sebagai syarat untuk menunjukan tingkat status sosialnya.
Ciri khas Khitanan ala Masyarakat Desa Cigobang